Tugas Makalah Etbis Sesi 8



PERTANGGUNGJAWABAN

KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

 


 

Nama                         : M Gunawan Bin W

Nim                            : 01219010

Kelas                          : Manajemen A1

Mata Kuliah             : Etika Bisnis

Nama Dosen            : Dosen : Hj. I.G.A Aju Nitya Dharmani SE,MM

Blog Dosen               : ayuraimanagement.blogspot.co.id 

Universitas               : http://narotama.ac.id

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kejahatan korporasi di Indonesia merupakan problematika yang cukup memprihatinkan bahkan sangat sulit terutama ditinjau dari pertanggungjawaban pidana dan kelanjutannya justru korporasi ini yang banyak terlibat dalam kejahatan bisnis yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi dan pembangunan, yang menyangkut aspek-aspek lingkungan, sumber energi, politik, kebijaksanaan luar negeri dan lain sebagainya. Dalam konteks ini kriminologi di Indonesia seyogyanya harus urun rembuk serta memberi masukan dalam rangka penyusunan politik sosial yang nyata. Berbagai nama, makna dan ruang lingkup apa pun yang hendak diberikan bertalian dengan corporate crime atau kejahatan korporasi pada dasar dan sifat kejahatan korporasi bukanlah suatu barang baru, yang baru adalah kemasan, bentuk serta perwujudannya. Sifatnya boleh dikatakan secara mendasar adalah sama, bahkan dampaknya yang mencemaskan dan dirasakan merugikan masyarakat sudah dikenal sejak zaman dahulu. Pada kenyataannya praktik korupsi seperti yang dipraktikkan dewasa ini dengan menggunakan bahan yang berbeda, bukanlah fenomena baru pula. Dahulu kala di Yunani keluarga yang terkenal dengan nama Alcmaenoids yang diberi kepercayaan membangun rumah ibadah dengan batu pualam, ternyata menggunakan semen dengan lapisan batu pualam. Tidak hanya dalam membangun gedung orang melakukan praktik kotor, tetapi juga dalam bahan makanan serupa sekarang, para pengusaha menggunakan bahan kualitas terlarang. Masalah korupsi bukan lagi sebagai masalah baru dalam persoalan hukum dan ekonomi bagi suatu negara karena masalah korupsi telah ada sejak ribuan tahun yang lalu, baik di negara maju maupun di negara berkembang termasuk Indonesia. Bahkan perkembangan masalah korupsi di Indonesia saat ini sudah demikian parahnya dan menjadi masalah yang sangat luar biasa karena sudah menjangkit dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat. Jika pada masa lalu korupsi sering diidentikkan dengan pejabat atau pegawai negeri yang telah menyalahgunakan keuangan negara, dalam perkembangannya saat ini masalah korupsi juga telah melibatkan anggota legislatif dan yudikatif, para bankir dan konglomerat, serta juga korporasi. Hal ini berdampak membawa kerugian yang sangat besar bagi keuangan negara. Bahkan saat ini orang sepertinya tidak lagi merasa malu menyandang predikat tersangka korupsi sehingga perbuatan korupsi seolah-olah sudah menjadi sesuatu yang biasa atau lumrah untuk dilakukan. Pelaku tindak pidana yang dimaksud disini adalah setiap orang yang melakukan tindak pidana korupsi atau perbuatan korupsi yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara, sedangkan yang dimaksud setiap orang sesuai ketentuan Pasal 1 butir 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi. Dengan demikian jelas, unsur barangsiapa dalam hal ini sebagai pelaku tindak pidana korupsi menurut Undang-Undang Tipikor adalah berupa orang perseorangan atau korporasi yang telah merugikan keuangan Negara.


 

 

1.2Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan korupsi?

2.      Apa hubungan korupsi dengan etika bisnis?

3.      Bagaimanakah kedudukan korporasi sebagai pelaku tindak pidana korupsi ?

4.      Bagaimanakan bentuk pertanggungjawaban pidana dalam suatu kejahatan korporasi?

1.3Tujuan

Tujuan membuat makalah ini untuk lebih mengetahui tentang hubungan korupsi dengan etika bisnis, dan juga makalah memberikan contoh nyata dari perilaku korupsi yang ada di Indonesia

 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1Etika Bisnis

Etika bisnis merupakan suatu ilmu yang mempelajari bagaimana cara untuk melakukan kegiatan kegiatan bisnis yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, dan juga masyarakat dengan memperhatikan nilai, norma maupun perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan, pemegang saham, masyarakat.

Seperti etika terapan pada umunya, etika bisnis pun dapat dijalankan pada tiga taraf yaitu : taraf makro, meso dan mikro. Tiga taraf ini berkaitan dengan tiga kemungkinan yang berbeda untuk menjalankan kegiatan ekonomi dan bisnis. Pada taraf makro, etika bisnis mempelajari aspek-aspek moral sistem ekonomi sebagai keseluruhan. Jadi, di sini masalah-masalah etika disoroti pada skala besar.

Pada taraf meso (madya atau menengah), etika bisnis menyelidiki masalah-masalah etika di bidang organisasi. Organisasi di sini terutama berarti perusahaan, tapi bisa juga serikat buruh, lembaga konsumen, perhimpunan profesi, dan lain-lain. Dan pada taraf mikro, yang difokuskan ialah individu dalam hubungan dengan ekonomi atau bisnis. Di sini dipelajari tanggung jawab etis dari karyawan dan majikan, bawahan dan manajer, produsen dan konsumen, pemasok dan investor.

Dalam bisnis ada beberapa sudut pandang yang berbeda tetapi tidak selalu dapat dipisahkan, yaitu sudut pandang ekonomi, hukum, dan etika.

·         Sudut Pandang Ekonomi

·         Bisnis adalah kegiatan ekonomis, artinya kegiatan tukar-menukar, jual-beli, memproduksi-memasarkan, bekerja-memperkerjakan, dan interaksi manusiawi lainnya, dengan maksud memperoleh untung.

·         Teori ekonomi menjelaskan bagaimana dalam system ekonomi pasar bebas para pengusaha dalam memanfaatkan sumber daya yang langka menghasilkan barang dan jasa yang berguna untuk masyarakat.

·         Sudut Pandang Moral

·         Bisnis yang baik (good business) bukan saja bisnis yang menguntungkan akan tetapi bisnis yang baik adalah bisnis yang baik secara moral. Arti moral di sini merupakan salah satu arti terpenting bagi kata “baik”. Perilaku yang baik dalam konteks bisnis merupakan perilaku yang sesuai dengan norma-norma moral.

·         Sudut Pandang Hukum

·         Tidak dipungkiri lagi bisnis terikat juga oleh hukum “hukum dagang” atau “hukum bisnis” merupakan cabang ilmu dari hukum. Dan dalam kontek hukum banyak msalah yang timbul karena bisnis baik taraf nasional maupun internasional seperti etika pula hukum merupakan sudut pandang normative karena menetapkan apa yang harus dilakukan dan tidak dari segi norma hukum bahkan lebih jelas dan pasti daripada etika karena hukum dituliskan diatas hitam dan putih. Terdapat kaitan erat antara hukum dan etika dalam kekaisaran roma dikenal pepatah quid leges sine moribus (apa artinya undang undang kalau tidak disertai moralitas).

·         Ada tiga tolak ukur yang dapat digunakan yaitu tolak ukur hati nurani, kaidah emas, dan penilaian masyarakat umum.

 

1.         Menurut Kamus Oxford, korupsi adalah perilaku tidak jujur atau ilegal, terutama dilakukan orang yang berwenang. Arti lain korupsi adalah tindakan atau efek dari membuat seseorang berubah dari standar perilaku moral menjadi tidak bermoral. Berdasarkan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, korupsi adalah tindakan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Korupsi juga diartikan sebagai tindakan setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Juga menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

 

2.         Dapat dipahami dalam kehidupan pemerintahan sebagai suatu keadaan, di mana jika etika dipegang teguh sebagai landasan tingkah laku dalam pemerintahan, maka penyimpangan seperti korupsi tidak akan terjadi. Misalnya : kode etik pada PNS yang merupakan norma-norma sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan PNS yang diharapkan dan dipertangung jawabkan dalam melaksanakan tugas pengabdiannya kepada bangsa, negara dan masyarakat dan tugas-tugas kedinasan, organisasinya serta pergaulan hidup sehari-hari sesama PNS dan individu-individu di dalam masyarakat.

 

3.         Jadi, Korporasi sebagai subyek hukum Dewasa ini, dalam ilmu hukum pidana telah diterima baik di kalangan akademisi maupun kalangan praktisi suatu kejahatan khusus yang melibatkan perusahaan yang disebut corporate crime (kejahatan korporat). Kadang-kadang untuk kejahatan korporasi ini disebut juga dengan istilah kejahatan korporasi atau kejahatan organisasi (organizational crime). Kejahatan organisasi (organizational crime) harus dibedakan dengan “kejahatan terorganizir (organized crime)”, karena organized crime yang dimaksudkan adalah kejahatan yang terorganisir yaitu kejahatan yang mempunyai sindikat kejahatan, seperti yang dilakukan oleh para mafia.

 

Dalam sistem hukum perdata belanda yang sampai saat ini masih dianut oleh sistem hukum di Indonesia, maka dikenal sebagai subyek hukum terbagi menjadi dua bentuk yaitu pertama, manusia (person) dan kedua, badan hukum (rechtperson). Dari pembagian subyek hukum tersebut diatas, apabila korporasi ini merupakan suatu subyek hukum yang dapat melakukan hubungan hukum, maka korporasi termasuk dalam kualifikasi badan hukum (rechtperson).

 

Badan hukum (rechtperson) merupakan subyek hukum yang memiliki hak-hak dan kewajibannya sendiri sekalipun bukan manusia (person), dalam hal ini berbentuk sebagai badan atau organisasi yang terdiri dari sekumpulan orang yang bergabung untuk suatu tujuan tertentu serta memiliki kekayaan tertentu pula. Untuk bertindak dalam lalu lintas hukum maka badan hukum (rechtperson) tersebut diwakili oleh orang-orang yang bertindak untuk dan atas nama serta demi kepentingan badan hukum tersebut (mewakilinya).

 

Saat ini sebutan korporasi terus berkembang dan banyak ditemui dan tersebar dalam berbagai buku karangan. Bahkan dalam beberapa ketentuan aturan hukum yang dikeluarkan pemerintah juga telah dicantumkan katakata korporasi, misalnya dalam undang-undang nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen serta berbagai aturan hukum lainnya.

 

4.      Kedudukan Korporasi Sebagai Pelaku Tindak Pidana Korupsi Jika makna, sifat dan bentuk serta ruang lingkup dari permasalahan perumusan kejahatan korporasi menimbulkan berbagai persoalan karena sejak semula ia berakar pada apa yang dinamakan white collar crime maka terhadap permasalahan apakah korporasi dapat dipandang sebagai pribadi, lebih banyak menyangkut aspek hukum pidana. Dengan perkataan lain permasalahannya berkisar pada apakah suatu korporasi dapat dipidana atau tidak.

 

Mereka yang menentang dipidanakannya korporasi berpendirian bahwa korporasi dalam konteks pengertian badan hukum, tidak dapat dipidana. Korporasi bukan seorang pribadi, meskipun dalam kenyataannya ia mengadakan aktivitas sebagai seorang pribadi, membuat transaksi dalam bidang perdagangan dan keuangan, membayar pajak dan sebagainya. hukum. Dengan demikian korporasi tidak bisa berbicara, tidak dapat mengeluarkan suara, dan tidak memiliki pikiran. Dengan perkataan lain korporasi untuk berbicara dalam bahasa hukum (pidana) tidak memiliki ´”actus reus maupun mens area” Yang dimaksud setiap orang sesuai ketentuan pasal 1 butir 3 Undanng-Undang Tindak Pidana Korupsi adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi, dengan demikian unsur barang siapa sebagai pelaku dalam hal ini adalah berupa orang perseorangan atau korporasi yang telah merugikan keuangan atau perekonomian negara.

 

Mencermati perkembangan cara-cara perumusan pertanggungjawaban dalam hukum pidana, ada tiga (3) sistem kedudukan korporasi sebagai pembuat dan pertanggungjawaban korporasi dalam hukum pidana, yaitu :

a)      Pengurus korporasi sebagai pembuat dan penguruslah yang bertanggungjawab,

b)      Korporasi sebagai pembuat dan pengurus yang bertanggungjawab,

c)      Korporasi sebagai pembuat dan bertanggungjawab.

 

Dalam naskah rancangan KUHP baru tahun 2000 telah dirumuskan bahwa pertanggungjawaban pidana adalah diteruskannya celaan yang obyektif pada tindak pidana berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku secara subyektif kepada pembuat yang memenuhi syarat-syarat dalam undang-undang (pidana) untuk dapat dikenai pidana karena perbuatannya itu. Sedangkan syarat untuk adanya pertanggungjawaban pidana, harus ada unsur kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan.

Dengan demikian tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi ada beberapa kemungkinan pelakunya dimana antara pelaku yang satu mempunyai perbedaan tanggungjawab yang berbeda pula, terhadapnya dapat dituntut pertanggungjawaban pemenuhan pembayaran uang pengganti kerugian yang diderita negara oleh perbuatan dimaksud.


 

BAB III

CONTOH KASUS

 

Kasus suap Meikarta menambah daftar korporasi yang diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali dicecar untuk mengusut tuntas terkait korporasi-korporasi yang terindikasi terlibat tindak pidana korupsi. Terbaru lagi kasus PT Waskita Karya yang diduga terlibat dalam pidana korupsi proyek fiktif pada BUMN. Wakil Ketua KPK, Alex Marwata sebelumnya mengatakan tidak menutup kemungkinan perusahaan ini akan dikenai pidana korporasi jika dalam upaya melakukan proyek fiktif kepada empat sub-kontraktor turut berperan atau tidak melakukan tindakan pencegahan.

“Kami lihat juga nanti kadiv itu apakah dia ketika men-sub-kon (subkontraktor) apakah termasuk korporasi dan apa upaya-upaya yang dilakukan supaya tidak ada pekerjaan fiktif. Kalau dia tidak punya unit complaint berarti ini kan korporasinya tidak ada upaya untuk mencegah korupsi, tidak tertutup kemungkinan BUMN juga yang terlibat bisa kita tersangkakan,” kata Alex pada Rabu, (19/12) lalu.

Pidana korporasi bermula sejak Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Peraturan MA Nomor 13 Tahun 2016 terkait Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi. Sejak 2016 itu KPK baru menangani empat kasus korupsi dengan menggunakan pidana korporasi.

Perusahaan-perusahaan yang terkena pidana korporasi antara lain; PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE), Tbk yang sebelumnya bernama PT Duta Graha Indah (DGI). Perusahaan itu terkena perkara korupsi proyek pembangunan Rumah Sakit Khusus Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana tahun anggaran 2009-2010.

Ini merupakan korporasi pertama yang masuk meja hijau. Dalam tuntutannya pun, perusahaan ini dikenai pidana denda sejumlah Rp 1 miliar. Jaksa KPK juga mendakwa korporasi untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 188,7 miliar. Nasib NKE akan ditentukan pada sidang putusan pada Kamis, 3 Januari 2019 mendatang.

Selain NKE, tiga perusahaan lain yang terkena pidana korporasi adalah PT Nindya Karya, PT Tuah Sejati, dan PT Putra Ramadhan atau PT Tradha.

PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati dijadikan tersangka terkait kasus korupsi pelaksanaan pembangunan Dermaga Bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan pelabuhan bebas Sabang yang dibiayai APBN 2006-2011. PT Tradha sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU). Tradha merupakan korporasi pertama yang ditangani lembaga antirasuah.

Anggota Divisi Investigasi ICW Wana Alamsyah menilai, perjalanan KPK dalam menjerat korporasi nakal ini perlu diapresiasi. “Rata-rata per tahun satu korporasi yang dikenakan pidana. Untuk tahap permulaan ini menjadi langkah bagus,” kata Wana saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (23/12).

Wana berharap, KPK bisa melakukan terobosan yang signifikan. Sebab, berdasarkan pemantauan ICW terkait dengan tren penindakan kasus korupsi, aktor kedua yang paling banyak terjerat kasus korupsi adalah pihak swasta.

Zaenur Rohman, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) menyatakan hal yang serupa. Dia menilai, masih jarang korporasi yang dijerat meskipun indikasi keterlibatannya sangat kuat. Menurut dia, KPK harus secara konsisten menjerat korupsi yang dilakukan oleh korporasi. Tujuannya agar timbul efek jera.

Tapi dia tetap mengingatkan KPK harus berhati-hati dalam menjerat korupsi korporasi. Syaratnya ada tiga; korporasi dapat menerima keuntungan dari korupsi, membiarkan terjadinya korupsi, dan tidak melakukan upaya pencegahan.

Wana menambahkan bahwa sejak Perma 13 tahun 2016, penegak hukum yang lain belum efektif mengaplikasikan pidana korporasi ini. Berdasarkan pemantauan ICW, kepolisian sejak terbitnya Perma baru menangani satu kasus sedangkan Kejaksaan Agung dua kasus. “Kalau melihat dari upaya penindakannya, KPK masih lebih progresif dibandingkan dengan penegak hukum lainnya,” ungkap Wana.

Yang terpenting untuk dilakukan oleh penegak hukum adalah upaya merampas aset korporasi yang melakukan tindak pidana korupsi dengan pengenaan pasal pencucian uang. Ia menilai pengenaan pasal TPPU itu belum efektif dilakukan. Padahal tujuannya adalah membuat efek jera. “TPPU belum efektif. Apabila ada kasus penting untuk penegak hukum mengenakan pasal pencucian uang untuk memiskinkan koruptor,” kata dia.

Dalam upaya pencegahan terkait tindak pidana korporasi, KPK sudah meluncurkan program dengan nama Profit atau 'Profesional Berintegritas' sebagai gerakan membangun dunia usaha yang anti-praktik suap-menyuap.

Alex menyebutkan, program ini mendorong perusahaan menjalankan usahanya menghindari praktik korupsi. Program itu juga menuntut agar korporasi secara aktif melakukan pengawasan. “Misalnya dari direksinya sendiri yang memberikan suap dengan menggunakan korporasi, ya pasti ada pengendalian internal di perusahaan yang nggak jalan,” kata Alex.

Sejalan dengan itu Zaenur mengingatkan pihak korporasi agar dapat menerapkan sistem integritas yang sudah dibentuk oleh KPK itu. Terutama sistem anti suap di dalamnya. Zaen juga mengatakan ada Sistem Manajemen Antisuap ISO 37001:2016 terkait Sistem Manajemen Anti Penyuapan yang juga harus diperhatikan oleh korporasi.

Dari data Badan Standardisasi Nasional (BSN) hingga akhir November 2018 mencatat baru 72 organisasi yang telah menerapkan SNI ISO 37001:2016 ini.


 

BAB IV

PENUTUP

4.1Kesimpulan

Jadi, yang dapat disimpulkan dari pernyataan diatas yaitu :

a.      Bahwa dalam hukum pidana telah terdapat suatu perkembangan atau perluasan mengenai subyek hukum pelaku tindak pidana yang semula hanya individu atau perorangan tetapi sekarang telah berkembang termasuk juga bagi badan hukum.

b.      Korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban dari apa yang telah dilakukan oleh agen-agennya, yang dikenal dengan istilah “actus reus” yang berarti bahwa perbuatan dilakukan harus dalam lingkup kekuasaannya, yang dengan kata lain dalam menjalankan tugas itu masih dalam cakupan tugas korporasi.

c.       Keberadaan korporasi tidaklah dibentuk tanpa suatu tujuan dan pencapaian tujuan korporasi tersebut, selalu diwujudkan melalui perbuatan manusia alamiah. Oleh karena itu, kemampuan bertanggungjawab oleh orang-orang berbuat untuk dan atas nama korporasi dialihkan menjadi kemampuan bertanggungjawab korporasi sebagai subyek tindak pidana.

 

4.2            Saran

 

Untuk menanggulangi tindak pidana korupsi dalam hal ini termasuk juga yang dilakukan oleh korporasi, hendaknya aparat penegak hukum tidak hanya bertindak dengan mengandalkan undang-undang pemberantasan korupsi saja melainkan haruslah diimbangi dengan cara cara atau kebijakan lain yang mendukung usaha pemberantasan korupsi dan juga perlu adanya suatu pengkajian kembali mengenai sistem pertanggungjawaban pidana terhadap kejahatan yang dilakukan korporasi, sebab meskipun bukti-bukti cukup untuk melakukan penuntutan, tetapi pada saat pemidanaan korporasi tidak dapat dijatuhi pidana atau penjara, dan hanya dihukum denda atau pencabutan izinnya, hal ini tentunya tidak menimbulkan efek jera bagi pelakunya.

 

4.3         Daftar Pustaka

 

https://elina.narotama.ac.id/course/view.php?id=2164

https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/11/185540869/korupsi-pengertian-penyebab-dan-dampaknya?page=all#:~:text=Korupsi%20juga%20diartikan%20sebagai%20tindakan,keuangan%20negara%20atau%20perekonomian%20negara.

https://yulayajahh.wordpress.com/2013/11/03/hubungan-etika-bisnis-dengan-korupsi-dan-contoh-kasusnya/

https://media.neliti.com/media/publications/170276-ID-pertanggungjawaban-korporasi-dalam-tinda.pdf

https://nasional.kontan.co.id/news/ada-satu-kasus-tindak-pidana-oleh-korporasi-per-tahun-hingga-saat-ini


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Video Etika Bisnis

UAS ETIKA BISNIS

UTS ETIKA BISNIS