UAS ETIKA BISNIS

 

Nama : M Gunawan Bin W

Nim    : 01219010

Kelas  : Manajemen A1


Nama Dosen : Hj. I.G.A Aju Nitya Dharmani SE,MM

Blog dosen : ayuraimanagement.blogspot.co.id 

Universitas   : http://narotama.ac.id


 

UAS ETIKA BISNIS

 

1.     Contoh kasus pelanggaran pada PT. L.A JAYA

Bisnis (business) tidak terlepas dari aktivitas produksi,konsumsi, pembelian, penjualan, maupun pertukaran barang dan jasa yang melibatkan orang atau perusahaan. Aktivitas dalam bisnis pada umumnya punya tujuan menghasilkan laba untuk kelangsungan hidup serta mengumpulkan cukup dana bagi pelaksanaan kegiatan si pelaku bisnis atau bisnisman (businessman) itu sendiri. pelaku usaha / pengusaha diatur dalam pasal 6 dan 7 UU No. 8 / 1999 tentang hak dan kewajiban pelaku usaha. Salah satu perusahaan besar di Indonesia sebut saja PT.L-A JAYA berdiri pada tanggal 19 april 1996 didirikan oleh H. jalaluddin Muhammad dan bertempat di kota lamongan jawa timur. Perusahaan tersebut bekerja di bidang perdagangan alat elektronik. Perusahaan ini tergolong sukses dan berkembang pesat dari tahun ke tahun berikutnya, perusahaan berhasil menyerap tenaga kerja kurang lebih 15% dari penduduk kota lamongan dan tentunya usaha perdagangan ini juga membawa dampak pertumbuhan ekonomi di kota lamongan khususnya.

perusahaan tersebut telah berhasil dalam usahanya mencapai target laba yang di inginkan,. bagaimana tidak, Perusahaan tersebut selain menjual produknya dalam negeri mereka juga melakukan ekspor ke Negara tetangga seperti Malaysia dan singapura. Dalam satu tahun per 31 desember 1998 pada tahun ke-2 berdirinya perusahaan tersebut, perusahaan telah mencapai omzet penjualan sebesar Rp. 250.000.000,- dan perusahaan tersebut semakin berkembang sampai sekarang.

Sekilas tentang perusahaan tersebut, terlintas rasa bangga dan kagum saya sebagai warga lamongan. Namun, setelah mendengar kasus yang terjadi pada perusahaan tersebut rasa bangga tersebut menjadi biasa saja setelah mendengar kasus bahwa PT. LA JAYA telah melanggar etika bisnis. “Etika bisnis adalah pemikiran atau refleksi kritis tentang moralitas dalam kegiatan ekonomi dan bisnis”. Prinsip-prinsip etika bisnis sangat erat kaitannya dengan nilai yang dianut oleh masing-masing masyarakat, sehingga dapat dikatakan bahwa prinsip-prinsip etika bisnis tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia.

Menurut Sonny Keraf menyebutkan secara umum terdapat lima prinsip etika

bisnis, yaitu :

1.     Prinsip otonomi

2.     Prinsip kejujuran

3.     Prinsip keadilan

4.     Prinsip saling menguntungkan

5.     Prinsip integritas moral.

Pada kasus PT. L-A JAYA, perusahaan telah melanggar prinsip etika bisnis yaitu “prinsip

kejujuran”, prinsip ini meliputi :

a)     Kejujuran dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak.

b)     Kejujuran dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga sebanding.

 

 

a)     Kejujuran dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.

 Setiap perusahaan atau badan usaha akan ada penarikan pajak oleh pemerintah sesuai dengan Pasal 1 UU No. 28 Tahun 2007 tentang perpajakan. Berapa tarifnya, prosentasenya, dll berdasarkan laba yang diperoleh oleh suatu badan usaha atau perusahaan. PT. L-A JAYA telah memanipulasi laporan keuangannya dengan tujuan agar tarif pajak yang dikenakan kepada perusahaan rendah padahal laba yang diperoleh cukup besar. Jadi akuntan perusahaan tersebut membuat dua laporan keuangan, satu laporan keuangan yang riil tentang laba-rugi perusahaan dan satu laporan keuangan lagi telah dimanipulasi. Hal ini sangatlah mudah dilakukan oleh orang yang ahli dalam bidang akuntansi, namun perilaku ini jelas melanggar etika. Karena ketidakjujuran perusahaan demi keuntungannya sendiri. Perusahaan tersebut telah melanggar UU UU No. 28 Tahun

 2007.

 

Dengan demikian, pemerintah diharapkan lebih jeli dan lebih tegas lagi dalam peraturan perundang-undangan terutama dalam hal pengenaan pajak. Karena pajak adalah sumber asset Negara terbesar yang kemudian dengan pajak tersebut di gunakan untuk kepentingan masyarakat. Agar kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tercapai

 

2.     CONTOH PELANGGARAN KASUS ETIKA BISNIS PT GUDANG GARAM (Tbk)

Menurut Etika Pariwara Indonesia, “Iklan ialah pesan komunikasi pemasaran atau komunikasi publik tentang sesuatu produk yang disampaikan melalui suatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat”. Menurut Sony Keraf (1993 : 142), menyatakan bahwa dalam iklan kita dituntut untuk selalu mengatakan hal yang benar kepada konsumen tentang produk sambil membiarkan konsumen bebas menentukan untuk membeli atau tidak membeli produk itu. Iklan dan pelaku periklanan harus :

 

·       Jujur, benar, dan bertanggungjawab.

·       Bersaing secara sehat.

·       Melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara,

·       dan golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.

·       Melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara,

·       dan golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.

·       Iklan yang menyatakan kebenaran dan kejujuran adalah iklan yang beretika. Akan tetapi, iklan menjadi tidak efektif, apabila tidak mempunyai unsur persuasif. Akibatnya, tidak akan ada iklan yang akan menceritakan the whole truth dalam pesan iklannya. Sederhananya, iklan pasti akan mengabaikan informasi- informasi yang bila disampaikan kepada pemirsanya malah akan membuat pemirsanya tidak tertarik untuk menjadi konsumen produk atau jasanya.

        Untuk membuat konsumen tertarik, iklan harus dibuat menarik bahkan kadang dramatis. Tapi iklan tidak diterima oleh target tertentu (langsung). Iklan dikomunikasikan kepada khalayak luas (melalui media massa komunikasi iklan akan diterima oleh semua orang : semua usia, golongan, suku, dsb). Sehingga iklan harus memiliki etika, baik moral maupun bisnis. Dalam dunia periklanan, para pelaku iklan mempunyai sumber daya manusia yang mayoritas memiliki tingkat kreatifitas yang unik dan menarik, yang dapat divisualisasikan dalam bentuk visual (video, gambar, ilustrasi, dan tulisan) atau pun dalam bentuk audio (suara).

        Di Indonesia, sangat menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika pada setiap perilaku kehidupan sehari-hari. Tentunya hal ini membuat para pelaku iklan juga harus mematuhi apa saja yang telah diatur dalam UU Penyiaran atau UU Pariwara Indonesia yang telah diatur agar sejalan dengan nilai-nilai sosial-budaya masyarakat.

       Adapun kasus pelanggaran yang berkaitan dengan etika dalam bisnis khususnya dalam hal etika periklanan, yaitu kasus pelanggaran yang dilakukan oleh PT Gudang Garam (Tbk) sebagai berikut :

       Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat berdasarkan tugas dan kewajiban yang diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran), pengaduan masyarakat, pemantauan dan hasil analisis telah menemukan pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 pada Program Siaran Iklan Niaga rokok “Gudang Garam” yang ditayangkan oleh stasiun TV One pada tanggal 10 Mei 2014 pada pukul 19.43 WIB.

         Program tersebut menampilkan iklan rokok di bawah pukul 21.30. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap perlindungan kepada anak-anak dan remaja serta larangan dan pembatasan muatan rokok.

         KPI Pusat memutuskan bahwa tindakan penayangan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 14 dan Pasal 43 serta Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 15 ayat (1), Pasal 58 ayat (1) dan Pasal 59 ayat (1).

         Menurut catatan KPI Pusat, program ini telah menerima Surat Teguran Tertulis Pertama No.953/K/KPI/05/14 tertanggal 5 Mei 2014. Berdasarkan pelanggaran di atas KPI Pusat memutuskan menjatuhkan sanksi administratif Teguran Tertulis Kedua. Atas pelanggaran ini KPI Pusat akan terus melakukan pemantauan dan meningkatkan sanksi yang lebih berat jika tetap melanggar ketentuan jam tayang iklan rokok.

         Sesuai dengan PP Nomor 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Swasta, penayangan iklan rokok disiang hari jelas melanggar pasal 21 ayat

 (3) Iklan Rokok pada lembaga penyelenggara penyiar radio dan televisi hanya dapat disiarkan pada pukul 21.30 sampai dengan pukul 05.00 waktu setempat dimana lembaga penyiaran tersebut berada.

         Kemudian juga sesuai dengan Etika Pariwara Indonesia menyatakan dalam wahana iklan melalui media televisi, yaitu iklan- iklan rokok dan produk khusus dewasa (intimate nature)

hanya boleh disiarkan mulai pukul 21.30 hingga pukul 05.00 waktu setempat.

 

Solusi

Solusi untuk kasus pelanggaran etika dalam bisnis khususnya etika periklanan yang dilakukan oleh PT Gudang Garam (Tbk), yakni dipasal 57 menyebut Lembaga Penyiaran Swasta yang menyelenggarakan siaran iklan rokok diluar ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (3) dikenai sanksi administrasi berupa denda administrasi untuk jasa penyiaran radio paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah), dan untuk jasa penyiaran televisi paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah).

 

 

3.     Artikel Kasus Pelanggaran Etika Bisnis Telkomsel Diduga Lakukan Manipulasi dalam Iklan Talkmania

       Telkomsel diduga melakukan manipulasi dalam program “Talkmania” dengan tetap menarik pulsa pelanggan meski keutamaan dalam program itu tidak diberikan. Salah seorang warga Kota Medan, Mulyadi (37) di Medan, Selasa, mengatakan, dalam iklannya, Telkomsel menjanjikan gratis menelepon ke sesama produk operator selular itu selama 5.400 detik (90 menit -red). Untuk mendapatkan layanan itu, pulsa pelanggan akan dikurangi Rp3 ribu setelah mendaftar melalui SMS “TM ON” yang dikirim ke nomor 8999 terlebih dulu.

       Namun, pelanggan sering merasa kecewa karena layanan itu selalu gagal dan

hanya dijawab dengan pernyataan maaf disebabkan sistem di operator selular tersebut sedang sibuk serta disuruh mencoba lagi.Tapi pulsa pelanggan tetap dikurangi, dan apabila terus dicoba tetap juga gagal, sedangkan pulsa terus dikurangi, katanya. Warga Kota Medan yang lain, Ulung (34) mengatakan, penggunaan layanan Talkmania yang diiklankan Telkomsel itu seperti “berjudi”. “Kadang-kadang berhasil, kadang kadang gagal, namun pulsa tetap ditarik,” katanya. Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK), Farid Wajdi, SH, MHum mengatakan, layanan iklan Telkomsel itu dapat dianggap manipulasi karena terjadinya “misleading” atau perbedaan antara realisasi dengan janji. Pihaknya siap memfasilitasi dan melakukan pendampingan jika ada warga yang merasa dirugikan dan akan menggugat permasalahan itu secara hukum.Secara sekilas, kata Farid, permasalahan itu terlihat ringan karena hanya mengurangi pulsa telepon selular masyarakat sebesar Rp3 ribu.Namun jika kejadian itu dialami satu juta warga saja dari sekian puluh juta pelanggan Telkomsel, maka terdapat dana Rp3 miliar yang didapatkan operator selular itu dari praktik manipulasi iklan tersebut.

       Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) perlu rena iklan operator selular selama ini sering menjebak, saling menjatuhkan dan tidak memiliki aturan yang jelas, katanya. Humas Telkomsel Medan, Weni yang dikonfirmasi mengatakan, pihaknya akan melakukan pengecekan terhadap nomor pelanggan yang merasa dirugikan dalam layanan Talkmania tersebut. “Namun, Telkomsel telah ‘merefine’ atau mengembalikan kembali pulsa nomor-nomor (handpone) yang gagal itu,” katanya

 

Pembahasan Masalah

        Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabdian para pengusaha terhadap etika bisnis. Kasus telkomsel diatas merupakan salah satu tindakan ingkar janji karena tetap mengurangi pulsa pelanggan sedangkan fasilitas talkmania tidak diterima oleh pelanggan.

        Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat dalam praktek bisnis sehari-hari etika bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnis yang dijalankan. Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain.

        Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah :

1)     Pengendalian diri

2)     Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)

3)     Mampu menyatakan yang benar itu benar.Artinya, jika pihak telkomsel benar

4)     mengadakan

5)     Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama.

  Perubahan perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis agar  tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Langkah apa yang harus ditempuh? Didalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi pengerak motor perekonomian akan berubah menjadi binatang ekonomi. Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabdian para pengusaha terhadap etika bisnis.

 

 

KESIMPULAN

          Pelanggaran etika bisnis itu dapat melemahkan daya saing hasil industri dipasar internasional. Ini bisa terjadi sikap para pengusaha kita. Lebih parah lagi bila pengusaha Indonesia menganggap remeh etika bisnis. Kecenderungan makin banyaknya pelanggaran etika bisnis membuat keprihatinan banyak pihak. Pengabaian etika bisnis dirasakan akan membawa kerugian tidak saja buat masyarakat, tetapi juga bagi tatanan ekonomi nasional. Disadari atau tidak, para pengusaha yang tidak memperhatikan etika bisnis akan menghancurkan nama mereka sendiri dan negara.

          Telkomsel melakukan manipulasi dalam iklan talkmania pelanggan telkomsel merasa telah di rugikan karena pihak telkomsel menjanjikan gratis menelepon ke sesama produk operator selular itu selama 5.400 detik, Tetapi hal itu tidak terlaksana. Pelanggan merasa kecewa karena setelah di coba hal itu selalu gagal dan mengurangi pulsa para pelanggan itu sendiri, Dengan kata lain pelanggan merasa di rugikan.

 

 

 

SARAN

           Bagi setiap perusahaan yang menjalankana suatu usaha atau bisnis diharapkan menerapkan suatu etika dalam perusahaannya. Karena untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh. Biasanya dimulai dari perencanaan strategis , organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekwen.

          Jangan menganggap remeh suatu etika bisnis itu karena etika tersebut sangat penting bagi kemajuan perusahaan itu sendiri. Tanpa adanya suatu etika dalam bisnis mungkin perusahaan tidak akan bertahan lama karena akan menghancurkan nama baik perusahaan itu sendiri. Oleh karena itu wajib bagi semua perusahaan untuk menerapkan suatu etika bisnis dalam perusahaannya.

          Khusus bagi perusahaan Telkomsel jangan menjanjikan sesuatu yang belum terlaksana karena akan membuat para pelanggan menjadi tidak percaya lagi. Tindakan yang tidak etis, bagi perusahaan akan memancing tindakan balasan dari konsumen atau masyarakat dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika pada umumnya perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yang tidak etis misalnya diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang karier. Perusahaan yang menjalankan ushanya dengan didukung suatu etika bisnis akan lebih berkembang dari pada

 perusahaan yang tidak memiliki suatu etika berbisnis apa-apa. Oleh karena itu suatu etika berbisnis sangat penting dalam menjalankan suatu usaha.

 

 

4.     Contoh Kasus Pelanggaran Etika Bisnis Pada PT. PLN

 

KASUS

 

        PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) adalah perusahaan pemerintah yang bergerak di bidang pengadaan listrik nasional. Hingga saat ini, PT. PLN masih merupakan satu-satunya perusahaan listrik sekaligus pendistribusinya. Dalam hal ini PT. PLN sudah seharusnya dapat memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat, dan mendistribusikannya secara merata. Usaha PT. PLN termasuk kedalam jenis monopoli murni. Hal ini ditunjukkan karena PT. PLN merupakan penjual atau produsen tunggal, produk yang unik dan tanpa barang pengganti yang dekat, serta kemampuannya untuk menerapkan harga berapapun yang mereka kehendaki.

        Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa sumber daya alam dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Sehingga. Dapat disimpulkan

 bahwa monopoli pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara. Pasal 33 mengamanatkan bahwa perekonomian Indonesia akan ditopang oleh 3 pemain utama yaitu koperasi, BUMN/D (Badan Usaha Milik Negara/Daerah), dan swasta yang akan mewujudkan demokrasi ekonomi yang bercirikan mekanisme pasar, serta intervensi pemerintah, serta pengakuan terhadap hak milik perseorangan. Penafsiran dari kalimat “dikuasai oleh negara” dalam ayat (2) dan (3) tidak selalu dalam bentuk kepemilikan tetapi utamanya dalam bentuk kemampuan untuk melakukan kontrol dan pengaturan serta memberikan pengaruh agar perusahaan tetap berpegang pada azas kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

 

       Contoh kasus monopoli yang dilakukan oleh PT. PLN adalah:

1)     Fungsi PT. PLN sebagai pembangkit, distribusi, dan transmisi listrik mulai dipecah. Swasta diizinkan berpartisipasi dalam upaya pembangkitan tenaga listrik. Sementara untuk distribusi dan transmisi tetap ditangani PT. PLN. Saat ini telah ada 27 Independent Power Producer di Indonesia. Mereka termasuk Siemens, General Electric, Enron, Mitsubishi, Californian Energy, Edison Mission Energy, Mitsui & Co, Black & Veath Internasional, Duke Energy, Hoppwell Holding, dan masih banyak lagi. Tetapi dalam menentukan harga listrik yang harus dibayar masyarakat tetap ditentukan oleh PT. PLN sendiri.

2)     Krisis listrik memuncak saat PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN)

memberlakukan pemadaman listrik secara bergiliran di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya, selama periode 11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam operasional kerja industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua industri di Jawa-Bali wajib menaati, dan sanksi bakal dikenakan bagi industri yang membandel. Dengan alasan klasik, PLN berdalih pemadaman dilakukan akibat defisit daya listrik yang semakin parah karena adanya gangguan pasokan batubara pembangkit utama di sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung Jati, Paiton Unit 1 dan 2, serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi juga permasalahan serupa untuk pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU Muara Tawar dan PLTGU Muara Karang.

       

   Dikarenakan PT. PLN memonopoli kelistrikan nasional, kebutuhan listrik masyarakat sangat bergantung pada PT. PLN, tetapi mereka sendiri tidak mampu secara merata dan adil memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya daerah-daerah yang kebutuhan listriknya belum terpenuhi dan juga sering terjadi pemadaman listrik secara sepihak sebagaimana contoh diatas. Kejadian ini menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi masyarakat, dan investor menjadi enggan untuk berinvestasi.

 

ANALISIS

         Jika dilihat dari teori etika deontologi : Dalam kasus ini, PT. Perusahaan Listrik

Negara (Persero) sesungguhnya mempunyai tujuan yang baik, yaitu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional. Akan tetapi tidak diikuti dengan perbuatan atau tindakan yang baik, karena PT. PLN belum mampu memenuhi kebutuhan listrik secara adil dan merata. Jadi menurut teori etika deontologi tidak etis dalam kegiatan usahanya.

        Jika dilihat dari teori etika teleologi : Dalam kasus ini, monopoli di PT. PLN terbentuk secara tidak langsung dipengaruhi oleh Pasal 33 UUD 1945, dimana pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara untuk kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Maka PT. PLN dinilai etis bila ditinjau dari teori etika teleologi.

         Jika ditinjau dari teori utilitarianisme : Tindakan PT. PLN bila ditinjau dari teori etika utilitarianisme dinilai tidak etis, karena mereka melakukan monopoli. Sehingga kebutuhan masyarakat akan listrik sangat bergantung pada PT. PLN.

        Dari wacana diatas dapat disimpulkan bahwa PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) telah melakukan tindakan monopoli, yang menyebabkan kerugian pada masyarakat. Tindakan PT. PLN ini telah melanggar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

 

 

 

 

 

 

 

 

5.     Contoh kasus pelanggaran etika bisnis, merugikan kosumen (INDOMIE)

INDOMIE

        Indomie adalah merek produk mi instan dari Indonesia. Di Indonesia, Indomie diproduksi oleh PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Selain dipasarkan di Indonesia, Indomie juga dipasarkan secara cukup luas di manca negara, antara lain di Amerika Serikat, Australia, berbagai negara Asia dan Afrika serta negara-negara Eropa, hal ini menjadikan Indomie sebagai salah satu produk Indonesia yang mampu menembuspasar internasional . Di Indonesia sendiri, sebutan "Indomie" sudah umum dijadikan istilah generik yang merujuk kepada mi instan.

       Namun pemasaran Indomie ke luar negeri bukannya tanpa masalah, di Taiwan sempat terjadi masalah ketika produk Indomie ditarik dari pasaran, berikut ini penjelasannya “Pihak berwenang Taiwan pada tanggal 7 Oktober 2010 mengumumkan bahwa Indomie yang dijual di negeri mereka mengandung dua bahan pengawet yang terlarang, sehingga dilakukan penarikan semua produk mi instan "Indomie" dari pasaran Taiwan. Selain di Taiwan, dua jaringan supermarket terkemuka di Hong Kong untuk sementara waktu juga tidak menjual mi instan Indomie.

PERMASALAHAN

           Berdasarkan pendahuluan di atas ada dua sudut pandang yang muncul, yaitu:

·       PT. Indofood Sukses Makmur,Tbk Melakukan Pelanggaran Etika Bisnis Karena pada produk indomie yang diproduksi oleh perusahaan mengandung dua zat berbahaya yaitu methyl parahydroxybenzoate danbenzoic acid (asam benzoat) dimana dua zat tersebut seharusnya hanya untuk kosmetik bukan untuk makanan. Perusahaan telah melanggar prinsip etika dalam berbisnis yaitu prinsip keadilan, dan prinsip saling menguntungkan, dimana perusahaan hanya mementingkan keuntungan semata tanpa memikirkan para konsumen yang mengonsumsi mie instan yang mengandung zat berbahaya.

·       PT. Indofood Sukses Makmur,Tbk Tidak Melakukan Pelanggaran Etika Bisnis Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuatkosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran. Tanggal 9 Juni 2010, Food and Drugs Administration (FDA) Taiwan melayangkan surat teguran kepada Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia di Taiwan karena produk tersebut tidak sesuai dengan persyaratan FDA. Dalam surat itu juga dicantumkan tanggal pemeriksaan indomie dari Januari-20 Mei 2010 terdapat bahan pengawet yang tidak diizinkan di Taiwan di bumbu Indomie goreng dan saus barberque.

 

       Kasus Indomie kini mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM Kustantinah. "Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah terkait produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini," kata Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini bisa terjadi, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie. A Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung didalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian untuk produkkosmetik sendiri pemakaian nipaginini dibatasi maksimal 0,15%. 

      Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah.Tetapi bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mgper kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lainkecuali daging, ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker. Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision,produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu,gizi dan kemanan produk pangan.

         Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec.Produk Indomie yang dipasarkan diTaiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Kesimpulan dari sudut pandang ini, perusahaan tidak melakukan pelanggaran etika bisnis sebab perusahaan sudah mengikuti standar yang ditetapkan, sebab perusahaan dalam hal penggunaan zat tersebut masih dalam tahap wajar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Video Etika Bisnis

Contoh Perusahaan Modern Yang Masih Menerapkan Etika Dalam Bisnis